Thursday, September 29, 2011

Reusing idea: Diorama-inspired Farm play scene

Ini dia si Farm Diorama
Percobaan diorama pertama tentang dinosaurus yang ternyata menjadi hit bagi Arvin, mendorong saya untuk membuat satu lagi yang bertema peternakan, nggak lain karena ada setumpuk miniatur hewan-hewan peternakan yang sudah lama nggak tersentuh. Satu hal membahagiakan yang saya pelajari adalah bahwa proyek diorama ini membuat anak 'jatuh cinta' lagi sama mainan-mainan lama miliknya

Bahan-bahan yang digunakan dan cara pembuatannya sama saja dengan Dinosaur dinorama
Tambahan khusus di farm diorama ini adalah tambahan fitur pop up-nya, seperti bak minum kayu dan tanaman pot hiasannya. Oh ya, kali ini saya juga sama sekali nggak menggunakan kertas warna, semua latar belakangnya hanya digambar dengan tangan saja. 
Kalau di rumah anda punya set pagar mainan (atau lebih keren lagi bikin sendiri), bisa ditambahkan di sekelilingnya.
Tampak dari atas

 
 Kambing dan Kuda sedang  minum di bak air
Selamat mencoba ya,.. ;)

Arvin suka banget nyusunin para dino ;)

Bisa betah banget dan duduk berlama-lama main dengan diorama-nya :))

Tuesday, September 27, 2011

Reusing Idea: Diorama-inspired Dinosaurus play scene dari kotak bekas

Diorama Dinosaurus untuk anak
Arvin dan Neo suka sekali dengan sereal sarapan. Jadi banyak sekali 'sampah' kotak kemasan sereal yang sudah pernah di beli dan tentunya di buang. Setelah cari-cari ide dan inspirasi tentang daur ulang kotak-kotak bekas, banyak sekali ide tentang diorama yang muncul. Saya tertarik sekali, karena selain kelihatannya bagus, diorama ini juga bisa jadi mainan gratis yang disukai anak. Jadilah kemarin saya membuat diorama dinosaurus pertama untuk dimainkan oleh Arvin dan Neo. bagian paling menyenangkan adalah kerajinan ini sama sekali gratis, karena hanya menggunakan bahan-bahan yang sudah ada di rumah. 
Kalau tema reusing idea saya selalu seputar dinosaurus, jangan heran karena Arvin memang maniak banget sama hewan-hewan keren yang sudah lama punah ini. Hasilnya Arvin super-excited pas ngeliat hasil diorama ini dan menghabiskan berjam-jam bermain dino berlatarkan si diorama daur ulang ini.

bahan-bahan gampang dan sudah tersedia di rumah
Bahan-bahan:
kotak sereal bekas
lem kertas
gunting 
cutter tajam
berbagai ukuran kertas warna
kertas HVS putih
krayon atau pensil warna
lem kertas
pohon dan tumbuhan mainan
mainan dinosaurus

Waktu yang dibutuhkan:
1-2jam

Cara membuat:
1. Potong sisi depan (atau belakang) kotak sereal dengan menggunakan gunting atau untuk hasil yang lebih rapi, cutter yang tajam. Bentuk hasil potongannya akan menyerupai laptop. 

2. Mulai menghias sisi dalam kotak, dengan menggambar sendiri di kertas HVS atau dengan menggunakan potongan kertas warna. Di sinilah bagian terlama dan paling membutuhkan kreativitas kita. Mengingat pada jaman dinosaurus suhu udara hangat-panas, maka menambahkan gambar volcano adalah sentuhan yang logis. Untuk tanahnya, saya menambahkan air danau sebagai tempat si dino minum. Sedikit jejak kaki dinosaurus juga ditambahkan supaya area tanah nggak terlalu kosong.
Ingat untuk menggambar/menempel dulu gambar latar sebelum dimasukkan di dalam kotak, supaya nggak ribet. ukur yang tepat panjang dan lebar kotak, sehingga saat memasukkan gambar latar yang sudah dibuat, tidak perlu banyak penyesuaian lagi.
Saya kombinasikan latar antara gambaran tangan dan kertas warna
3. Jadi deh! pengerjaannya cukup mudah dan bisa dilakukan bersama anak 5 tahun ke atas. 
Selamat bermain!
Saat tidak sedang dimainkan, boks bisa dijadikan tempat penyimpanan
Sumber inspirasi:

Sunday, September 18, 2011

Eugeneo's Sweet Seventeen Months



karena sakit, bobo di pelukan mama
Di hari ulang bulannya yang ke-17 tanggal 16 September lalu, sayangnya Neo kurang sehat :( Badannya demam mulai dari subuh dan bawaannya lesu seharian, ogah jalan, ogah main dan ogah senyum (sedihnya mama..). Akhirnya sore-sore kita berangkat ke DSA dan ternyata Neo kena radang tenggorokan. Pas di senter tenggorokannya, weleh weleh.. Merah-merah bintik-bintik kayak muka ABG yang lagi jerawatan! (~_~') haduh, kasiannya si Ocil.. Mama siaga mode pun di ON-kan, jadi mama nggak menyentuh gadget/laptop untuk nge-blog di hari Ulbul-nya dan mencurahkan segala waktu, tenaga dan perhatian untuk Neo (ceile...)
Sebulan belakangan ini juga banyak kecelakaan kecil (maupun besar) yang terjadi sebagai konsekuensi logis dari perkembangan fisiknya, terutama memanjati apapun! beberapa hari yang lalu kaki kecilnya keseleo dan nggak bisa jalan (kalo dipake jalan kakinya sakit, jadi mogok jalan), benjol di jidat karena kejedut di sana-sini, dia pun biasanya langsung laporan, "Mama,..dut!" maksudnya ngasih tahu kalo dia kejedut. Kalo jatuh, dia bilang, "Yah,..jatuh..". Hedewww..

Lepas dari peristiwa tidak menyenangkan itu, kalau dilihat dalam sebulan terakhir menuju genap ke 17 bulan ini, banyak perkembangan Neo yang sungguh membahagiakan :) Favorit mama adalah bahwa di usia ini, Neo sudah sadar akan keberadaan dirinya dan bisa menyebutkan namanya dengan lafal yang jelas: "Neo!". Saya sebut sadar diri, karena dia sudah bisa menghubungkan dirinya dengan nama itu ke dirinya dan bahkan barang-barang miliknya. Misalnya ditepuk dadanya dan ditanya: "Siapa sih namanya?" dia akan menjawab dengan semangat dan senyum percaya diri, "Neo!". Begitu juga dengan barang kepunyaannya, misalnya ditanya, "Ini mobil-mobilannya siapa ya?" atau "Ini bonekanya siapa sih?". Langsung dia menjawab (dan tak jarang segera mengambil alias merebut), "Neo!". Hehehe.
Neo bobo ampe mangap-mangap
Neo juga dengan jelas sudah bisa melaporkan 3 hal penting berkaitan dengan si usus besar dan jalan keluarnya, yaitu si PIPIS, PUPUP dan NTUT! bila sudah terjadi, Neo akan segera melapor ke komandan mama yang misi utamanya adalah menjaga keamanan dan kebersihan pantat Neo dan sekitarnya. Sayang laporannya baru sebatas paska eksekusi, belum bisa pra eksekusi. Mama dan Neo akan berlatih terus untuk memastikan keberhasilan proses ini, sehingga misi potty training bisa dimulai.

Susu segar cair
Selama ini mama nggak pernah bermaksud menyapih Neo, tapi karena setiap melihat kakaknya minum susu segar dari kulkas, Neo jadi suka minta-minta, setelah nyicip, dia pun suka. Sekarang di siang hari, Neo cenderung jarang menyusu ke mama, paling saat bete, atau mau bobo aja. Tapi mama sih tetap ngejalanin aja on demand nursing-nya, pokoknya mama tetep available 24/7, siap memberi kapan pun dibutuhkan.
Soal makan, Neo pun bisa dibilang sudah makan apa aja alias ngikut makanan orang dewasa aja. Lauk apa yang lagi ada, hayuu... Paling seneng juga ngambilin makanan yang ada di piring kakak Arvin.

Neo juga udah bisa request mama nyanyi lagu favoritnya, yang antara lain adalah "If you're happy and you know it" (karena suka nonton Barney) dan "Itsy bitsy Spider". Kalo minta dinyanyiin lagu "If you're happy and you know it" dia akan bilang, "Happy.. Happy!" (baca: hepi, hepi!) dan lagu "Itsy bitsy Spider" diminta dengan cara menyatukan kedua tangan dan bilang "Ini... Ini". Sudah hafal juga dengan gerakan tangan dari lagu ini :)

Di usia ini Neo juga sudah ber-yuk da dah yuk bye-bye sama tidur siang 2x seharinya. Sekarang untuk bisa dia tidur siang 1 kali aja sudah syukur banget, alhasil tidur malem ke paginya jadi bangkong banget alias super lama.

Neo juga sekarang sudah bisa memanggil nama kakaknya, dulu kan cuma tau bilang "kakak" sekarang dia juga sudah bisa bilang "Arvin". Ahh, so sweet.
Satu hal yang menonjol dari hubungan 2 kakak-beradik ini adalah bahwa mereka maunya selalu barengan. Terutama Neo. Kalau cuma berdua sama mama di kamar, Neo pasti langsung protes dan nyari-nyari kakaknya. Harus panggil dulu kakak baru dia tenang. Begitu juga kalo mau tidur malem, meskipun si kakak  belom mau tidur, dia wajib hukumnya untuk ada disamping Neo dan tepuk-tepuk lembut pantatnya Neo supaya Neo bisa tidur... Hihihi. Kakak pun nggak mau kalah, Neo tidqk diijinkan untuk pergi dengan siapapun kecuali dengan Arvin dan mama. Oma sekalipun nggak boleh. Nah, ini dia masih harus mama biasakan supaya kakak bisa belajar 'berbagi' adiknya dengan orang lain.

Nggak terasa, ulang bulan berikut Neo sudah mau berumur 1,5 tahun. Semoga sehat terus ya nak, tambah pintar dan sayang sama papa, mama dan kakak. We all love you!

Image credit:

Monday, September 12, 2011

Sudahkah kita memeluk si kecil hari ini?


Ilustrasi yang indah tentang pelukan***
Saat bayi dan balita, anak-anak kita begitu sering berada didalam pelukan kita. Alasan yang paling jelas adalah karena mereka begitu kecil, belum mandiri dan bahkan belum bisa berjalan sendiri. Seiring berjalannya waktu dan pertumbuhan fisik dan mental mereka, maka jadi semakin jarang pula kita menggendong, memeluk bahkan bergandengan tangan dengan anak.
Arvin memeluk Neo
Suatu malam, saat kedua putraku sudah tidur, saya menyalakan lampu hanya untuk memandangi dan mengagumi mereka satu persatu, sama seperti waktu mereka masih bayi-bayi kecil. Saya pun mencoba memeluk anak pertamaku yang berusia 6 tahun, tiba-tiba secara refleks, ia pun balik memeluk tanpa tebangun dari tidurnya. Ternyata anak memiliki refleks memeluk, dalam tidurnya sekalipun. Akhirnya kami tidur berpelukan sampai pagi. Begitu juga dengan si kecil, pelukan hangat sesaat setelah ia bangun dari tidurnya selalu membuatnya tersenyum senang.

Memeluk adalah suatu gerakan tubuh yang alami dan dapat memenuhi kebutuhan manusia akan sentuhan fisik. Sama seperti bayi-bayi yang berkembang sangat baik dengan banyak sentuhan (skin-to-skin/kangaroo care, pijat bayi dll), anak-anak dan orang dewasa pun sesungguhnya tidak akan pernah kehilangan kebutuhan ini. Memeluk adalah suatu bentuk pengekspresian kedekatan fisik dan juga mental, hal yang sangat indah antara orangtua dan anak. Rasanya tidak ada ekspresi fisik lain yang bisa menggambarkan kedekatan itu selain sebuah pelukan hangat.


Pelukan memiliki banyak manfaat yang positif lho, jadi jangan ragu untuk memberikannya kapan saja, dimana saja. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa pelukan dapat meningkatkan kesehatan kita. Penelitian mengungkap bahwa mereka yang sering mendapatkan pelukan secara teratur setiap hari dari orang yang dikasihi, memiliki denyut jantung yang lebih rendah, tekanan darah lebih rendah, peningkatan aktivitas sistem syaraf dan mood yang lebih baik. Bahkan mereka yang mendapat pelukan hangat dipagi hari, akan dapat menjalani sepanjang hari dengan lebih bahagia. Hanya dengan pelukan atau bergandengan tangan selama 10 menit, dapat banyak mengurangi efek fisik berbahaya akibat stres. Tiffany Field dari Touch Research Institute di Sekolah Medis Universitas Miami menyatakan bahwa penelitiannya juga menunjukkan bahwa pelukan dapat menurunkan pengeluaran kortisol, hormon stres. Saat hormon kortisol turun, memancarlah 2 macam cairan kimiawi otak lainnya yang berhubungan dengan perasaan senang, yaitu serotonin dan dopamin. Hebat kan?

Memeluk anak pun sebaiknya tidak hanya saat di suasana yang menyenangkan, tapi di segala kesempatan. Terutama di saat anak sedang sedih, takut, sakit ataupun sedang marah. Pelukan hangat dari orang tua memberikan rasa aman kepada anak melebihi apapun juga. Saat kita memeluk anak, kehangatan tubuh kita akan melingkupi anak, memberikan rasa tenang yang instan, saat itu juga. Pelukan menunjukkan pada anak bahwa ia bisa menghadapi apapun, bahwa ia dicintai. Pelukan membuat anak merasa lebih baik, memberikan rasa aman, rasa percaya, menurunkan ketegangan, mengurangi rasa sakit, mendorong keterbukaan antara anak dan orangtua dan yang terpenting membuat anak (dan tentunya, orang tua) lebih bahagia.

Sebuah penelitian ilmiah tentang pelukan menyarankan jumlah pelukan berdasarkan kebutuhan setiap manusia:
-         -  4 pelukan per hari, hanya untuk bertahan(survival) dengan tingkatan emosi minimal
-         -  8 pelukan per hari untuk menjaga tingkatan emosi yang kuat pada diri seseorang
-         -  12 pelukan per hari untuk bertumbuh dan menjadi manusia yang lebih baik
Wow, ternyata tidak ada batas atas sama sekali untuk jumlah pelukan yang bisa kita berikan dan terima setiap harinya! Semakin banyak, semakin baik. Ingat, the best things in life are free!

Penelitian terkini mengungkapkan adanya hubungan yang positif antara pelukan dan emosi positif. Para psikolog anak juga menekankan pelukan orang tua sebagai elemen berharga dalam perkembangan nilai-nilai hidup yang positif pada anak. Anak yang sering dipeluk oleh orang tuanya menjadi lebih komunikatif dan pengasih, tidak hanya kepada orangtuanya, tapi juga terhadap orang lain. Hal ini disebabkan karena pelukan adalah suatu bentuk ucapan syukur, penghargaan dan pengakuan orang tua terhadap anak.

Sebuah pelukan tidak memerlukan biaya sama sekali (modalnya hanya niat dan cinta). Mengapa kita harus pelit untuk melakukan sesuatu yang baik bagi kita sendiri (dan anak)? Tidak membutuhkan keahlian dan peralatan khusus untuk dilakukan (nggak perlu ikut seminar parenting, nggak perlu jadi member). Portabel, karena bisa diberikan kapan aja, dimana saja (nggak perlu simpanan khusus ataupun dibawa-bawa). Serunya lagi, sebuah pelukan sifatnya timbal balik, di saat kita memberikannya, kita juga menerimanya.
Jadi, sudahkah kita memeluk anak hari ini?

Sometimes it’s better to put love into hugs than to put it into words.
~Author Unknown

Sumber bacaan:


Follow my blog with Bloglovin

Saturday, September 10, 2011

Reusing Idea: Prehistoric Simple Terrarium


Saat saya sedang beres-beres barang-barang dirumah, saya menemukan sebuah fishbowl tua bekas piaraan ikan mas koki jaman Arvin masih kecil dulu. Tadinya bingung juga mau diapain, tapi setelah dipikir-pikir dan juga browsing ide-ide daur ulang barang bekas/tak terpakai, saya memutuskan untuk membuat si Prehistoric Simple Terrarium ini. Semuanya serba mudah & nggak keluar uang sama sekali! :D

Bahan-bahan yang dipakai:
-1 buah fishbowl bekas dan batu-batu sisa hiasan akuarium


















-Mainan dinosaurus


















-Mainan pohon dan tumbuhan plastik


















Pertama-tama susun dulu mainan Pohon dan tumbuhan plastik bersama batu-batuan di dalam fishbowl.

Setelah rapi dan sesuai keinginan, masukkan dan susun posisi para dinosaurus mainan di dalamnya.
Voila! Jadi deh. Super mudah, tanpa lem, tanpa gunting! :)

Si terrarium ini bisa jadi hiasan aja di kamar anak atau kalo saya sekalian dimanfaatkan untuk penahan buku-buku di rak.

Selamat mencoba!

Wednesday, September 07, 2011

Amarah Orang Tua terhadap Anak


“Pada intinya dari semua amarah adalah sebuah kebutuhan yang tidak terpenuhi.” ~ Marshall B. Rosenberg


Yuk Evaluasi Diri!
Beberapa hari belakangan ini, saya mendapat pencerahan tentang kemarahan orang tua terhadap anak-anak. Sumbernya ini nggak lain dari pengalaman pribadi (memarahi anak) dan beberapa tulisan hebat yang saya baca. Saya terdorong untuk mengevaluasi dan melihat jauh ke dalam diri saya sendiri:
Kapan sih terakhir kali saya marah pada anak?
Apa yang biasanya menjadi sebab kemarahan saya?
Seberapa sering saya marah?
Apa saja yang saya katakan dan lakukan saat saya sedang marah?
Apa yang saya lakukan setelah saya marah?
Dan sayangnya, saya TIDAK BANGGA dengan hasilnya.
Saya ingin berusaha untuk melepaskan diri dari kebiasaan marah terhadap anak dan segala bentuk perilaku bawaannya yang negatif (sikap dan kata-kata yang tidak baik).

Memang menjadi orang tua itu tidak mudah (tidak pernah ada yang berani bilang begitu) dan ketidaksiapan fisik dan mental yang antara lain disebabkan oleh kelelahan dan kewalahan yang terus menerus setiap saat, memang kadang sungguh bisa memendekkan ‘urat’ sabar kita. Kemarahan kita bisa dari skala kecil hingga besar (mulai dari sekedar cemberut dan kernyit dahi pada anak, hingga berteriak dan menghukum anak). Namun satu hal yang saya sadari, meskipun awalnya kecil/remeh, jika kita terus memberi tempat untuk si amarah (misalnya dengan membiarkan diri terus mengomel), betapa mudahnya amarah itu berkembang menjadi besar. Kita tentu tahu bahwa amarah seringkali di analogikan dengan api, karena memang sifatnya sama, semakin dibiarkan, akan semakin ganas dan tentunya berakibat fatal.

Ekspresi kemarahan
Semua orang bisa marah. Itu adalah salah satu bentuk emosi terdasar manusia yang sulit diabaikan. Tapi bagaimana cara kita mengekspresikan rasa marah kita itu, terlebih lagi dalam hal ini terhadap buah hati kita sendiri, anak-anak yang (katanya) ingin kita didik menjadi pribadi yang lebih baik (dari kita!). Perilaku anak yang telah semakin besar, semakin mandiri, semakin pintar bicara, semakin banyak tahu tapi juga sering lupa (hehe), kadang terasa mengetes kesabaran kita dan sungguh memancing emosi. Belum lagi segala kecerobohan, kelalaian dan perilaku di luar aturan yang menyesakkan dada orang tua.

Seringkali bukan hanya perilaku (mata melotot, suara nyaring, membentak, tangan menunjuk, apalagi kalau sampai menyakiti anak secara fisik, seperti menjewer, mencubit, menarik/mendorong dengan kasar, memukul, menampar, dsb) MARAH kita saja yang tidak baik, tapi kata-kata kita yang sifatnya menuduh (”Ini kenapa airnya tumpah semua? Pasti kamu megang gelasnya nggak becus kan?”), menyalahkan (“kalo bukan karena kamu jatuhin, handphone mama kan pasti gak rusak gini!”), mengancam (“kalo sekali lagi mama liat kamu ngompol, awas ya! Kena jewer nanti.”), menghina (“Siapa lagi yang bisa ngeberantakin rumah ini selain kamu?!”), menyudutkan (“Memang dasar kamu aja yang nggak pernah mau dengerin mama, jadinya salah beli kan!”), mempermalukan (“Semua anak kelas 2 nggak ada lagi yang masih ditungguin orang tuanya, Cuma kamu doang! Tau nggak?”), memberi julukan/labelling (“Lagi-lagi mukul teman. Dasar anak nakal!”) dan banyak lagi.

Kenapa kita marah? 
Seperti yang jelas diungkapkan dalam kutipan di atas, adalah kemarahan muncul sesungguhnya dari sebuah kebutuhan yang tidak terpenuhi. Misalnya, di rumah kita memiliki kebutuhan untuk dapat memiliki rumah yang rapi dan bersih, jadi saat kebutuhan itu tidak bisa dipenuhi karena anak-anak kita menumpahkan minuman/makanannya di karpet kesayangan atau membiarkan mainannya berceceran di seluruh penjuru rumah, tentu dengan mudahnya kita akan marah kan? Sebagai orang tua kita juga punya kebutuhan untuk dihormati dan didengar oleh anak, jadi saat anak menolak untuk mendengarkan perkataan anda dan justru melawan, kemarahan menjadi respon otomatis kita.  

Memahami pentingnya mendewasakan diri sendiri
Satu fakta penting tentang kemarahan kita sebagai orang tua, adalah bahwa kita ini adalah role model bagi anak dalam mengatasi rasa marah dan mengendalikan emosi.  Hal ini sangat menginspirasi saya karena coba anda pikir, jika anda selalu menghadapi suatu setiap ketidaknyamanan emosional dengan marah-marah dan sikap yang lepas kendali, kira-kira akankah anak kita tumbuh memiliki pengendalian emosi yang baik? Rasanya nggak mungkin deh.

Jangan pernah lupa, dalam hubungan kita dengan anak, kitalah orang dewasanya. Hal ini berarti kita tidak bisa mengharapkan anak memahami segala keberadaan kita dan maklum. Dewasalah dan jadilah contoh.

Satu cara yang efektif untuk menempatkan diri di posisi anak anda saat anda sedang memarahinya adalah dengan mencoba membayangkan dirinya melihat anda sebagai orang tuanya (yang nota bene adalah satu-satunya SUMBER MAKANAN, TEMPAT BERTEDUH, RASA AMAN, PERLINDUNGAN, SUMBER SEGALA CINTA DAN KASIH SAYANG, SUMBER UTAMA AKAN INFORMASI TENTANG DUNIA INI DAN ORANG YANG PALING BERPERAN DALAM MEMBENTUK GAMBARAN DAN HARGA DIRINYA) berteriak-teriak dan mengatakan hal-hal yang tidak baik dan menyakitkan di depan wajah anda. Kalau menurut anda, bagaimana kira-kira perasaannya?

Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa sesungguhnya kita tidak perlu mengekspresikan kemarahan kita pada saat kita merasakannya. Karena penelitian tersebut membuktikan bahwa justru dengan mengekpresikan kemarahan pada saat itu juga, justru membuat kita lebih marah dari sebelumnya. Hal ini justru membahayakan hubungan kita karena akan membuat orang lain merasa takut, tersakiti dan bahkan merasa marah juga. Jadi adalah lebih baik untuk menyalurkan kemarahan kita secara fisik (misalnya memukul bantal, tanpa terlihat anak tentunya!) jika sangat perlu, tapi selanjutnya kita harus kembali menenangkan diri kita. Cara yang terbaik untuk mengahadapi kemarahan adalah dengan membatasi ekspresi kita seminimal mungkin dan pada saat kita sudah tenang, pelajari amarah itu dengan menanyakan pada diri kita sendiri; Apa yang membuatku begitu marah? Apa perasaan yang sebenarnya di balik kemarahanku; rasa takut atau sakit hati? Apa yang bisa kulakukan untuk memenuhi kebutuhanku yang tak terpenuhi dan apa yang bisa kulakukan untuk mengubahnya?

Saat kita marah, secara biologis, tubuh kita pun bereaksi. Jantung berdetak lebih cepat, pernafasan dan suhu tubuh meningkat, karena itulah kita cenderung ingin melepaskan ketegangan itu segera. Cara paling baik adalah dengan mengendalikan reaksi tubuh kita dan menarik nafas dalam-dalam, bila perlu hitung di dalam hati, jika masih belum hitung lagi lebih banyak, supaya kita bisa tetap mengendalikan diri. Jika benar-benar tak tertahankan, tinggalkan ruangan dan tenangkan diri. Lebih hebat lagi kalau bisa dibawa lucu, tertawa untuk melepaskan ketegangan dan mengubah mood kita.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengendalikan kemarahan, adalah bahwa kita harus menetapkan batasan pribadi bagi kita sendiri. Misalnya kita bisa menentukan, kalau kita benar-benar marah, kita mungkin akan menaikkan volume suara kita dan mengubah nada suara kita, tapi berkomitmenlah anda tidak akan memberlakukan hukuman fisik, menggunakan julukan, hinaan dan juga kata-kata yang sekiranya kasar dan menyakiti anak. Berikan juga batasan toleransi atas hal-hal apa yang sekiranya ‘layak’ membuat anda marah dan melakukan perilaku yang tidak dapat diterima, misalnya apabila perilaku anak sudah sampai membahayakan dirinya sendiri dan orang lain atau sangat merugikan dan berbahaya.
Bisa juga berkaitan dengan nilai-nilai moral yang dianut keluarga (contoh: menghormati orang yang lebih tua, tidak boleh memukul orang lain, harus bermain bergantian/tidak boleh berebutan, tidak boleh mengejek/menghina orang lain, dst), dan anda hanya akan marah apabila terjadi pelanggaran terhadap nilai-nilai tersebut. Jadi kita bisa fokus pada banyak hal lain yang lebih penting daripada meributkan setiap hal kecil yang muncul.

Perlu juga untuk mengkaji kondisi emosi kita setiap saat, apakah selain dipicu oleh perilaku anak, apakah kemarahan kita itu dipengaruhi oleh, misalnya kita sedang bersitegang/berselisih dengan pasangan, teman, keluarga atau atasan. Apabila hari kita sedang berat, kondisi tidak fit/sakit, lelah bekerja atau karena penyebab lain, jangan ragu untuk menyampaikan dengan jujur pada anak tentang kondisi kita dan bahwa kita sangat mengharapkan mereka untuk bersikap dan berperilaku yang baik. Kejujuran kita adalah hal yang sangat penting dalam menjalin kedekatan dan rasa percaya kita dengan anak. Anak pun belajar bahwa orang tua hanya manusia dan memiliki keterbatasan, bagaimana pun ingat, andalah teladan baginya!

Last but not least, satu lagi yang teramat sangat PENTING untuk diingat adalah jangan pernah malu atau ragu untuk meminta maaf pada anak apabila anda terlanjur marah atau mengucapkan kata-kata yang tidak sepantaskan diucapkan, terlebih lagi bila kita melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kita lakukan!  Betapa beruntungnya anak mendapat orang tua yang dewasa, berbesar hati dan mau mengakui kesalahannya. Tidak ada yang lebih baik daripada orang tua yang menjadi teladan manajemen kemarahan yang baik bagi anak-anaknya.

Saya ingin sekali berusaha mulai saat ini untuk menyapih diri dari kemarahan terhadap anak-anak saya. Saya tahu ini tidak akan mudah dan adalah proses belajar yang tentunya harus bertahap (persis seperti proses penyapihan pada umumnya) agar saya bisa fokus pada membangun kedekatan dan hubungan yang lebih baik lagi dengan kedua anak laki-lakiku tercinta. 

* Sebagian sumber dan inspirasi: www.ahaparenting.com
** gambar diambil dari sini

Friday, September 02, 2011

Arti Menjadi Kakak Bagi Arvin



Sebagai anak pertama, Arvin selalu menjadi  pusat perhatian kami selama 5 tahun pertama hidupnya, bukankah semua anak pertama mengalami itu? Setelah itu lahirlah adik, yang sekarang telah berusia 1 tahun.
Arvin dan Neo
Sebaik-baiknya kita berusaha mempersiapkan anak sulung dalam menghadapi kehadiran adik, yang mana adalah sesuatu yang SANGAT penting, tetap saja kehadiran anggota baru di dalam kehidupan keluarga membawa BANYAK sekali perubahan, baik itu menyenangkan dan juga yang tidak.

Waktu adiknya masih bayi, perhatian dan waktu saya belum terlalu banyak berkurang untuk Arvin, karena bayi kan masih lebih banyak tidur dan yang lebih penting belum bisa merebut mainan kakaknya! ;p jadi sang kakak pun nampaknya nggak terlalu terpengaruh dan hepi-hepi aja.

Tapi sekarang...
Setelah adiknya bisa berjalan, mengejar, menarik, mengangkat, manjat dan sekian banyak kematangan motorik dan kognitif lainnya, tiba-tiba hidup kakak berubah dan terasa lebih berat.

* Tidak ada waktu untuk sendiri.
Adik selalu mencari, memanggil dan ingin berada di dekat kakak. Kapanpun. Dimanapun.

Awalnya saya (dan juga Arvin) melihat ini sebagai sesuatu yang supercute dan menggemaskan. Neo menjelma jadi bayangan kakak yang mengekor tiap pergerakan kakaknya dengan langkah kecilnya dan pantat yang megal-megol. Tapi, saya pikir-pikir, seperti saya sendiri yang seringkali stres karena nggak bisa ke kamar mandi dengan tenang ataupun berada di dapur tanpa diikuti oleh Neo, menjadi sangat sangat bisa berempati pada si kakak yang tak jarang justru merasa kesal dan terganggu. 

* Tidak bisa punya mainan/barang pribadi.
Di saat kakak sedang  memainkan suatu mainan, atau menggunakan sebuah barang miliknya, dengan ajaib di saat itu juga si adik ngotot ingin main/pakai barang yang sama.

Kita pun pasti pernah mengalami dong, lagi asyik-asyiknya ber-SMS ria, tahu-tahu si balita dengan secepat kilat sudah merebut gadget tercinta atau remote TV. Bisa juga saat sedang makan, si balita nimbrung dan mengacaukan isi piring kita. Dengan nafas panjang dan mengelus dada, kita  mencoba bersabar dan malah dibawa lucu saja. Tapi, apakah si 6 tahun kira-kira bisa punya pemahaman dan kontrol diri yang sama (atau seenggaknya mendekati itu)? I don't think so

* Tidak bisa menyelesaikan ceritanya saat berbicara.
"Ma, tadi di sekolah Arvin belajar tari lho! Namanya tari kodok-kodok!"
"Oh ya? Namanya lucu banget ya? Gimana sih tariannya?"
Lalu kakak melanjutkan cerita dengan semangat, sedetik kemudian Neo menyatakan dia mau menyusu, minta gendong, melihat sesuatu di luar, mengambil suatu mainan dan banyak lagi kemungkinan lainnya.
Pembicaraan yang sudah terbangun sebelumnya pun terhenti, dan kita tentu tahu, tidak ada jaminan pasti bahwa lanjutannya akan ada lagi (~_~")

* Tidak sempat lagi membaca buku cerita dan kruntelan sebelum tidur sama mama.
Co-sleeping & Bed-sharing adalah salah satu hal yang paling terindah dan sungguh saya syukuri. Berbagi tempat tidur dengan para buah hati, jatuh tertidur dan juga terbangun bersama-sama setiap hari adalah hal terbaik yang saya alami setiap hari. 

Dulu, Arvin dan saya selalu membaca buku favoritnya sebelum tidur, bisa 1-3 buku, atau 1 buku yang diulang baca sampai 3 kali hehe. Arvin pun selalu tertidur dengan lullaby yang saya nyanyikan, pelukan dan tepukan ringan di pantat/pahanya. Jelas saja, momen-momen inilah yang paling berharga dan kami nantikan setiap hari. 

Sekarang, setiap malam saya ngelonin Neo sambil menyusuinya (karena memang Neo menyusu sampai tertidur), bisa berkisar 15-40 menit sampai dia benar-benar tertidur lelap. Di saat-saat itulah kakak pun mulai ngantuk dan meminta haknya, hak untuk cerita sebelum tidur dan tepukan pantatnya... (nyanyian sebelum tidur sudah tidak lagi karena Arvin bahkan sekarang bersenandung sendiri sampai ia tertidur!).  Saya sudah mencoba untuk membacakan buku dulu sebelum keduanya tidur, tapi selalu gagal karena selera buku mereka berdua yang berbeda dan Neo seringkali lebih memutuskan bahwa ia lebih ingin merobek si buku daripada membacanya. Awal-awalnya Arvin protes keras, tapi sekarang ia nampaknya sudah pasrah.

* Tidak bisa menggambar tanpa diganggu.
Satu kegemaran Arvin yang tak tergantikan adalah menggambar. Saya pun sangat mendukung hal ini, saya mengusahakan untuk selalu menyediakan suplai alat-alat gambar yang memadai dan mengapresiasi gambar-gambar buatannya dan juga memberi ruang untuk 'pameran'nya. Bahkan di saat semua kegiatan lain tidak memungkinkan, seperti listrik padam, Arvin biasanya tidak akan berkurang minatnya untuk menggambar. 
Sayangnya, Arvin tidak selalu ingin menggambar di meja, dia seringkali menggambar di lantai, yang notabene adalah zona kekuasaan sang adik. Tentu saja, berbagai peristiwa seperti gambar yang dicoret, kertas yang dirobek dan alat gambar yang direbut menjadi konsekuensi yang logis dan harus di terima (ouch!).

* Tidak bisa pakai gadgets dengan aman.
Di usianya ini Arvin sudah sangat familiar dengan gadgets. Bisa berupa komputer, handphone, game konsol dan sebagainya. Nah, melihat Arvin yang rajin memakai/memegang alat-alat ini, Neo pun terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Tidak jarang rebutan berakhir dengan gadget yang jatuh, terbanting, mati tanpa disengaja atau akibat-akibat kurang asyik lainnya. Terus terang, dalam hal ini, bukan hanya Arvin yang jadi gusar... (mama ngacung!). 

Tidak bisa 'mengekspresikan diri' dengan tenang.
Arvin suka sekali lari-lari di ruangan yang luas, memanjati berbagai permukaan yang kelihatannya (atau dia pikir) bisa dipanjat, loncat-loncat di tempat tidur (who doesn't?), membuat gaya-gaya meniru jurus-jurus superhero, berbagai tarian dan gerakan di film favorit atau sekedar duduk dengan posisi setidaknyaman mungkin. Saya sih sebenarnya nggak ada masalah sama sekali dengan segala bentuk pengekspresian dirinya ini, toh nggak berbahaya. 

Tapi sekarang jadi berbahaya, setidaknya meski bukan untuk dirinya langsung.
Neo sang peniru ulung akan ikut memanjat, loncat dan sebagainya, yang karena ukuran tubuh yang jauh lebih kecil, keseimbangan yang belum terlatih dan terbentuk baik, sehingga menyebabkan hal itu jadi berbahaya. 
Alhasil semua orang mengingatkan Arvin untuk tidak melakukan apapun yang bisa ditiru dan sekiranya bisa membahayakan adik! (Ah, beratnya hidupmu nak..).

Banyak bentuk kekecewaan, perilaku kurang baik yang muncul sebagai akumulasi kekesalan dan ketidakpuasan Arvin yang saya lihat. Memang menyebalkan dan tiap orang bisa dengan gampang mencapnya sebagai 'si nakal' atau kakak yang nggak pengertian, kurang baik dan sebagainya karena ia marah dan ngambek kalau diganggu adik. Jauh di dalam hati, saya bisa mengerti kalau dia kesal dimarahi karena dia memarahi adik yang lebih dulu mengganggunya. Bagaimana perasaan kita (orang dewasa) yang dimarahi karena membela diri/memperjuangkan hak kita? Pasti nggak enak. Terus kenapa kita harus mengharapkan seorang anak kecil untuk tidak boleh merasa tidak enak? Kenapa aku harus menanggung konsekuensi dari perbuatan orang lain?
Foto berdua waktu mama masih hamil Neo
Ini sebuah hasil perenungan saja, berawal dari kebingungan saya akan perilaku Arvin yang belakangan kok rasanya jadi lebih sulit dan undesirable. Banyak pemicu perilaku anak yang harus digali lebih dalam dan harus dilihat secara obyektif tanpa menghakimi agar dapat dilihat secara utuh dan jelas. 
Menjadi seorang kakak/memiliki saudara kandung adalah suatu hal yang indah dan tidak semua orang memiliki kesempatan berharga ini, tak ada yang lebih saya inginkan selain melihat Arvin dengan bahagia dan bangga menyandang 'jabatan' ini.  Tidak ada hal yang otomatis, seindah apapun itu dan sealami apapun itu. semua butuh proses belajar yang terus menerus. Untuk seorang anak kecil, hal ini tentu tidak mudah dan mereka butuh orang tua (orang dewasa secara umum) untuk membantu penyesuaian diri mereka.  
Anakku sayang, semoga aku mampu memmbuatnya mengerti bahwa berbagi kini telah menjadi bagian dari kehidupan kami dan apapun yang terjadi, tak pernah sekalipun cinta untuknya berkurang sama sekali.