Monday, August 08, 2011

"Yup, Arvin is a momma's boy! So what?!": Membesarkan Anak Laki-laki Dengan Hati




Sebagian besar kerabat dan keluarga yang mengenal Arvin (6tahun) dan hubungan antara kami, pasti akan dengan mudah melabelinya dengan sebutan momma's boy atau si anak mama.
Alasannya mungkin karena...
- Sampai sekarang ini Arvin susah banget untuk saya tinggal pergi, biarpun cuma sebentar. Kemana pun mama pergi, dia HARUS ikut.
- kami masih tidur bersama, satu kamar, satu kasur.
- sebelum tidur, biasanya Arvin harus ada waktu khusus untuk ngobrol sedikit dan minta ditepuk pantatnya oleh mama.
- meminta persetujuan mama untuk hampir 80% hal yang mau dia lakukan.
- tidak segan untuk minta dicium, mencium, dipeluk, memeluk dan berbagai bentuk PDPA (Public Display of Parental Affection).
- Arvin tidak masalah jika harus pergi tanpa mama, ke tempat yang mewajibkannya (misalnya ke sekolah), tapi kalau untuk bersenang-senang (seperti jalan-jalan), dia pastikan mama ikut, kalau tidak, dia tidak usah ikut saja.
- suka memilihkan, mengomentari dan memperhatikan penampilan mama :) -> fashion advisor-nya mama!
- gampang tersentuh perasaannya (sensitif) dan tidak ragu untuk menangis jika perasaannya terganggu dan tidak enak.
- kurang/belum minat sama olah raga (yang biasanya digilai anak laki-laki seusianya) dan lebih suka nyanyi, nggambar dan baca buku bareng mama.
- dan beberapa hal lain yang capek kalo harus ditulis semua,.. Hehe :D



Sayangnya, label 'momma's boy' ini tidak dihargai seperti orang menilai label 'daddy's girl' alias si gadis/putri kecil papa. Tidak adil.
Si anak cowok mama, yang sangat dekat dan mengidolai mamanya, dianggap sebagai anak laki yang nempel ke mama, kurang maskulin, manja, dan sifat-sifat negatif lainnya. Orang-orang merasa perlu untuk menggoda, 'menegur' dan mengomentari secara negatif para 'momma's boy ini supaya jadi lebih 'cowok'. ?!?!
Di sisi lain si putri kecil papa dinilai sebagai suatu yang menggemaskan, manis dan bikin orang bilang, "Aww...". Bahkan orang tua justru cenderung mendukung bentuk-bentuk 'pengidolaan' sosok ayah dan kedekatan oleh si anak perempuan. Ini pula yang membuat anak-anak laki-laki menjadi sulit dan canggung untuk menunjukkan emosi di kemudian hari.

Saya sendiri dari dulu selalu ingin membangun kedekatan yang tidak terbatas dengan anak-anak saya. Itu adalah impian saya bahkan sejak belum punya anak. Saya ingin punya kelekatan yang spesial, dimana anak-anak saya merasa nyaman berada di dekat saya, menghabiskan waktu bersama saya, berbagi minat dan kebahagiaan bersama dan yang terpenting, merasa bahwa saya adalah bagian penting dari hidup mereka yang tidak terpisahkan dari kehidupan bersama.
Dan justru mengingat saat ini anak saya keduanya adalah laki-laki, yang suatu saat akan memiliki dan memimpin kehidupan dan keluarganya sendiri, saya merasa perlu terjalinnya kedekatan diantara kami, diantara anak laki-laki dan ibunya. Perempuan pertama dalam kehidupan mereka. Saya hanya bisa berharap, hubungan yang baik, yang indah yang terjalin akan diimpartasikan kelak dalam cara-cara mereka memperlakukan istri-istri mereka (wow, jauh ya?! Tapi ah.. Toh waktu berlalu begitu cepatnya).

Bisa jadi saya akan sangat senang punya anak laki-laki yang maniak olah raga, tidak pernah menangis dan tampak tangguh setiap saat, yang menghabiskan banyak waktu bersama sesama teman-teman lakinya, tidak perlu ada 'drama' tiap kali saya harus pergi meninggalkannya, yang tidak memerlukan persetujuan dan pendapat saya setiap saat, dan seterusnya dan seterusnya... Ya. Bisa jadi.
Tapi bukan itu kondisinya, dan saya LEBIH dari bahagia dengan keadaan kami sekarang.

Saya menikmati tiap bentuk kebutuhannya akan perhatian, persetujuan dan kehadiran saya. Saya lebih dari bahagia untuk menjadi mama yang sebaliknya diperhatikan, dibutuhkan dan dicari-cari. Anak laki-laki saya akan belajar banyak hal dalam tahun-tahun mendatang dalam kehidupannya, kiranya Tuhan yang maha baik memberikan pelajaran terbaik baginya. Tapi biarlah selama masih menjadi bagian saya, biarlah anak lelakiku belajar tentang cinta dari mamanya. Belajar bahwa dalam mencintai, tidak ada ekspresi yang 'salah' atau 'tidak sesuai aturan'. Semuanya sah-sah saja. Semua anak-anakku perlu tahu, bahwa: Tidak ada yang salah dengan kedekatanmu dengan orang tuamu, entah kamu anak laki-laki atau perempuan. Tidak seorang anak pun yang boleh dibuat malu karena kedekatannya pada orang tuanya!

Dalam tahapan-tahapan tertentu dalam perkembangannya, semua anak memiliki kebutuhan akan ketergantungan dalam tingkatan yang berbeda-beda. Kewajiban kitalah sebagai orang tua untuk memenuhi kebutuhan itu. Buat apa merasa perlu membuat anak cepat dewasa, cepat mandiri tapi dipaksakan. Menurut saya kita nikmati saja tahapan ini, toh tanpa kita sadari anak-anak kita akan tumbuh dewasa dengan cepatnya. Alangkah indahnya bila ia tumbuh dewasa dengan mengetahui bahwa orang tuanya mencintai apa adanya dan mendukungnya 100%.






No comments:

Post a Comment