Begitulah selalu 'kiat' andalan kami di saat-saat sulit. Saya pikir itu suatu cara yang cukup baik menanamkan iman kepada Tuhan terhadap anak, karena menunjukkan bahwa selain semua usaha yang kita lakukan, pada akhirnya, bagian terpentingnya adalah menyerahkan semuanya pada Tuhan dan membiarkan Tuhan melakukan 'bagian'-Nya.
Peristiwa ini terjadi sekitar setahun yang lalu, pada saat saya sedang hamil anak ke-2, usia kehamilan 2 bulan 2 minggu. Saat berada di kamar mandi di suatu sore, saya dikejutkan dengan adanya flek. Saya kaget dan terus terang langsung stres dan jadi sangat kuatir. Waktu itu di rumah hanya ada saya dan anak pertama saya Arvin (4thn). Saya menelepon suami yang masih ada di kantor, setelah yakin bahwa flek tersebut bukan pendarahan berupa darah segar dan semacamnya, kami sepakat untuk ke dsog saya nanti di malam hari, setelah suami pulang kerja dan menunggu jam praktek si dokter juga. Sementara itu suami menyuruh saya istirahat saja di tempat tidur.
Saya langsung berbaring, berusa untuk beristirahat dan tertidur, namun berbagai pikiran-pikiran aneh mulai bermunculan, "Bagaimana kalau saya keguguran?", "Bagaimana kalau si dedek bayi kenapa-kenapa?", "Bagaimana kalau belum sampai malam pendarahannya bertambah?" Dan banyak lagi pikiran buruk lain. Saking takutnya dan karena terlalu membiarkan semua pikiran buruk itu menguasai pikiran, saya mulai merasa sangat takut dan menangis.
Arvin, anak pertama saya yang sejak tadi memperhatikan mulai mendekati saya dan menanyakan,
"Mama, why are you crying?" saya kemudian memberitahu kalau saya kuatir terjadi sesuatu pada dede bayi, tanpa menjelaskan secara detail pada Arvin.
"Why? Mama have a tummy-ache ya?" dia bertanya lagi.
"Yes, I have a tummyache, Arvin" jawab saya, walaupun sebenarnya nggak sakit, tapi toh tidak mungkin juga saya jelaskan soal flek itu.
Arvin diam dan kelihatan berpikir sejenak.
"I will kiss-kiss to make it better ya?" katanya polos. Kalimat yang sama yang selalu saya ucapkan ketika dia jatuh, pusing, luka, sakit dan sebagainya.
"Yes Arvin, please!" volume aer mata jadi tambah banyak (antara stres dan terharu).
Lalu saya langsung ajak Arvin berdoa supaya dede bayi di perut nggak apa-apa. Selesai berdoa, Arvin langsung bilang, "Mama don't be sad ya! Stop crying. Because God did a great job! The baby is OK."
Saya langsung lega! Kok bisa-bisanya saya yang selalu meyakinkan dan menenangkan Arvin tiap dia sakit, jadi stres sendiri begini? Mungkin ini salah satu bukti bahwa lebih mudah menasehati orang daripada melakukannya sendiri ya? Yang pasti kekuatiran saya yang berlebihan itu langsung sirna dan berubah menjadi perasaan lega dan juga bangga pada Arvin yang sukses 'ngajarin' mama-nya tentang iman! Mungkin cuma hal sederhana, hanya kalimat biasa yang sering diucapkan, tapi saat itu maknanya luar biasa buat saya, apalagi Arvin yang mengatakannya ;)
Pada akhirnya, seperti kita tahu, si dede bayi memang baik-baik aja! Terlepas dari fakta bahwa saya selanjutnya disuruh bedrest 2 minggu ;p
Saya senang karena dalam menjalaninya saya penuh iman dan keyakinan bahwa semuanya baik-baik saja.. Tuhan sudah bereskan semuanya! Thanks to you kakak Arvin!
No comments:
Post a Comment