Sunday, October 30, 2011

Sikap dan Perilaku Unik si 6 tahun


Saya sudah tahu kalau yang namanya membesarkan anak itu nggak akan pernah mulus-mulus saja. Rutinitas hidup sehari-hari dan fakta bahwa kita menjalani hidup bersama anak setiap hari, kadang membuat kita 'lupa' bahwa mereka itu terus bertumbuh dan berkembang. Mereka berubah dari bayi kecil tak berdaya, menjadi manusia kecil yang punya pikiran dan kemauannya sendiri. Belum lagi kenyataan bahwa setiap anak itu unik dalam segala keberadaannya, menambah nuansa yang segar dalam tiap-tiap tahapannya. Pengaruh lingkungan, media, kematangan psikologis, sosial dan kognitifnya pun bersinergi bersama membangun dirinya yang sekarang ini.

Di tahun ke-6 saya dalam membesarkan Arvin, banyak hal-hal spesifik yang menarik, unik dan penting yang saya amati tentang dia, diantaranya:



1. Obsesi akan hal yang ia minati.
Sejak dulu Arvin adalah tipe anak yang betah (baca: jangka waktu lama dan intensif) kalau suka pada sesuatu. Tapi sekarang intesivitasnya itu berkali lipat, mungkin karena dia sudah bisa membaca dengan baik dan terlebih lagi fasih berinternet. Ya, saya memang nggak melarang penggunaan internet untuk Arvin, bahkan setiap kali ada pertanyaan atau ketidakpahaman yang berlarut-larut, dia pun nggak ragu untuk menawarkan 'solusi'nya: "Search aja di Google!". Yah, memang jaman bagi anak-anak sekarang ini sudah sangat berubah, sulit pula untuk mengusahakan mencari sumber informasi secara manual (misalnya ke perpustakaan). Jadilah, sekarang komputer saya sudah penuh sekali dengan berbagai informasi (gambar, video, artikel) mengenai dinosaurus, sea creatures, prehistoric sharks, kereta api, pesawat dan lain-lain (bagi yang ingin menyumbang External Hard Disk, silahkan. Hihi). Belum lagi buku-buku yang berkaitan dengan itu. Kelihatannya dia HARUS tahu dan paham tentang semua jenis hiu-hiu itu, kereta-kereta api itu, pesawat-pesawat itu dan reptil-reptil prasejarah yang sudah lama punah itu! Ya, baiklah nak. Mari kita cari info sebanyak-banyaknya!

2. Menjawab balik (talking back)
Nah, sekarang si anak SD ini sudah tidak lagi hanya berdiam diri kalau ditegur/dinasehati. Ada saja alasan, pembenaran dan gumaman yang keluar dari mulut cowok kecilku itu. Kadang terdengar lucu, tapi lebih sering tidak. Kalau sudah begitu, terpaksa mama menggelar kuliah tata krama dadakan. ;^p Ini merupakan fase yang normal, saya yakin, tapi tentunya tidak untuk dipupuk. 
"Kok sampe jam segini belum makan? kan dari pulang sekolah tapi belom makan apa-apa?" tanya mama. Arvin pun menjawab, "Orang belom laper kok Arvin, disuruh-suruh makan terus. Masih main ini." sambil pasang tampang bete dan kembali memainkan mainannya. 
Saat dia berlari-lari di rumah dan menyenggol tumpukan barang hingga jatuh berantakan, mama pun beseru, "Ih kok jalannya nggak liat-liat sih Arvin?". Jawab Arvin enteng, "Makanya ma, jangan taruh barang disini, kan orang lewat-lewat..". Logikanya yang telah berkembang banyak 'membantunya' menyusun berbagai kalimat jawaban bagi tiap komentar dan seruan mama. Hmm...


3. Memperhatikan penampilan.
Arvin sekarang jauh lebih cerewet untuk urusan penampilannya, soal sepatu sekolahnya yang berdebu-lah, rambutnya yang sudah 'panjang kayak apaan'-lah, sampai kenapa saya memilihkan kaos kaki tertentu, bukan yang lain. Nasehat fashion dari mama yang biasanya ditelan bulat-bulat sekarang ditolak mentah-mentah. "Vin, pake sendal yang coklat aja, kalo pake yang putih kurang matching!" Eh, tetep yang diambil yang putih. Alasannya, "Arvin mau pake yang ini aja, lebih keren..". Pagi-pagi saat bersiap ke sekolah, dia yang paling cerewet kalo mama lupa menyemprotkan cologne ke badannya. Hihi, anakku sudah bujangan rupanya!

Arvin oh Arvin
4. Menghargai pertemanan.
Di usianya ini, tampaknya penting sekali bagi Arvin kalau seseorang mau berteman dengannya atau tidak. Berbagai hal terjadi di sekolah, mulai dari pelajaran, interaksi dengan guru dan teman-teman, tapi siapa-siapa saja teman yang mau berteman dengannya lebih menjadi pusat perhatiannya.
Suatu ketika (saya tahu dari gurunya) bahwa ia pernah dimarahi guru di kelas karena tidak selesai mengerjakan soal latihan, tapi sedikitpun tidak dia ceritakan pada saya, yang dia ceritakan malah, "Ma! Jessica sekarang sudah mau main loh sama Arvin!" dengan wajah berseri-seri. "Tadi waktu Arvin bikin muka-muka aneh, dia senyum." Sebuah peristiwa sederhana (yang mungkin bagi saya biasa saja), tapi sangat membekas baginya, lebih dari omelan ibu guru (biasanya dulu tiap kali dimarahi/ditegur guru, Arvin pasti cerita sama saya). Setelah saya review ke beberapa minggu yang lalu, baru saya ingat lagi betapa sedihnya Arvin waktu menceritakan bahwa seorang temannya yang bernama Jessica tidak mau bermain dengannya. 
Begitu juga dengan pergaulan teman-teman di sekitar lingkungan tempat tinggal. Memang sih ada beberapa anak yang menurut saya kurang 'asyik' dan saya pun sebenernya kurang berkenan kalau Arvin main sama mereka, karena penggunaan bahasa yang kasar dan kotor. Sebagai pendatang baru, anak-anak itu seakan membangun dinding pemisah dan tiap kali bermain Arvin cenderung dikucilkan. Cukup sulit bagi saya untuk menjelaskan pada Arvin saat dia menanyakan kenapa anak-anak itu berperilaku demikian, sedangkan teman-temannya di sekolah sebagian besar bisa segera menerima dia. Dia sangat sedih mendapat penolakan yang sedemikian, dan terus terang, apalagi saya! :'(

5. Cuekin mama alias pura-pura nggak dengar.
O-o! betapa menyebalkannya perilaku yang satu ini! si sulungku mulai mengembangkan pendekatan pura-pura nggak denger tiap kali disuruh melakukan sesuatu (terutama kalau dia sedang asyik dengan sesuatu), ditegur atau sekedar dipanggil. Kadang saya perlu memanggil beberapa kali sampai ia meresponnya, padahal saya yakin seyakin-yakinnya dia BISA mendengar saya. Mungkin karena ia ingin menunda dan mengulur-ulur waktu untuk bisa melanjutkan keasyikkannya, apapun itu, atau mungkin malah berharap mama menyerah dan melakukan tugas itu sendiri. Entahlah, tapi yang pasti mama tidak akan mulai 'pura-pura maklum'! :D Mata kuliah tata krama 2 pun dimulai! 

Satu hal penting yang saya petik adalah bahwa seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, orang tua pun harus ikut bertumbuh dan berkembang bersama anak. Bila kita terus hidup di masa lalu, dimana si anak adalah kecil yang penurut, pendiam, bla bla bla, tentunya kita akan banyak 'sakit hati' dan 'nggak terima' dengan segala perkembangannya. Masa iya sih kita mau punya anak yang hanya terima mentah-mentah dengan semua ucapan adan penjelasan kita tanpa adanya pemikiran yang kritis untuk menyanggah? meski tidak sepenuhnya mudah dihadapi, tapi lama-kelamaan anak memang semakin dewasa dan kita harus belajar untuk menghargai itu. 
Hal lainnya yang menjadi hikmah adalah sebisa mungkin ikuti terus minat anak, percaya deh, selama kita terus mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang yang menjadi minat mereka, maka percakapan yang seru, hubungan yang manis dan kedekatan sehari-hari bisa senantiasa terjalin. Pelihara antusiasme kita terhadap mereka setiap hari! 
Ah, dalam 6 tahun saja sudah banyak yang bisa saya dipelajari, nggak sabar rasanya menjalani apa yang ada di tahun-tahun yang akan datang. 



No comments:

Post a Comment