Semakin besar anak, semakin banyak pula tingkah laku dan perbuatannya yang kadang tidak pantas (ribut atau bermain-main dalam suasana ibadah, ngotot mau membeli barang tertentu di supermarket, dll), tidak baik (tidak mau bikin PR dan lebih memilih bermain game, dll), bahkan berbahaya bagi dirinya (balita yang penasaran dengan 'apa yang bakal terjadi kalau aku masukkan jari kecilku di steker listrik ini?', anak yang ingin menirukan superhero favoritnya untuk bisa loncat dari anak tangga teratas ke bawah, dll).
Pada anak usia sekolah, kemampuan berbicara dan negosiasinya sudah banyak berkembang, sehingga bentuk-bentuk penolakan dan pembantahan mereka pun kadang terasa amat menantang bagi orang tua.
Dalam menghadapi hal-hal semacam itu, orang tua seringkali memberikan larangan, bisa berupa aturan-aturan atau sekelompok kalimat teguran yang mengandung kata "Jangan", "Tidak boleh", "Tidak bisa", "Tidak usah" ataupun hanya si "Tidak". Meskipun sebaiknya tidak sering-sering diucapkan (simpan untuk kondisi darurat dan berbahaya), tapi akan selalu ada saat dimana kata-kata inilah yang keluar dari mulut kita. Terus gimana dong sebaiknya?
Terus terang, saya sendiri merasa nggak sabar-sabar amat sebagai seorang mama (masih terus belajar setiap hari, caiyo!) dan saya tidak malu untuk mengakui bahwa di beberapa kesempatan saya marah atau melarang dengan keras anak-anak saya.
Setidaknya ada beberapa tips dalam menegur anak:
1. Saat menegur/memberikan larangan, ciptakan kontak mata, gunakan suara yang tegas dan tunjukkan bahwa anda serius.
Penting untuk menjaga wibawa di hadapan anak.
Mana ada sih anak yang mau dengerin mama yang memberikan peringatan/teguran sambil mata dan tangannya nggak bisa lepas dari BB/smartphone, misalnya.
2. Sebisanya, meskipun singkat, langsung beri alasan larangannya dan katakan dengan jelas perbuatan yang dimaksud.
Pada teguran awal, gunakan kata "Tolong" daripada "Jangan".
Misalnya, "Vin, tolong matikan dulu gamenya karena sekarang ini waktunya belajar. Masih ada PR yang harus kamu buat. Nanti boleh main lagi, kalau sudah waktunya main."
Contoh lain, "Kak, tolong mainnya gantian ya sama adik. Kan mainannya cuma satu, nggak bisa main berdua. Kan kamu sudah mainkan dari tadi, kasian adiknya nangis mau main juga."
3. Bila anak mendengarkan dan melakukan yang seharusnya, jangan lupa beri pujian atau berterima kasih pada anak.
Jelaskan juga tentang alasan teguran anda padanya.
Misalnya, "Wah, mama seneng banget deh kamu dengerin mama. Mama merasa sangat dihargai. Makasih ya kak."
Alasannya, "Kan kamu tahu kalau semua ada waktunya dan sekarang ini memang waktunya belajar, jadi mama harap kamu pake buat belajar ya, bukan main game."
Contoh lain, "Wah, hebat. Mama bangga banget kamu bisa berbagi sama adik. Memang anak mama ini kakak paling oke. Mau main gantian sama adiknya."
4. Bila anak bersikukuh dengan perbuatannya, beri peringatan.
"Mama akan tunggu kamu di meja belajar dan mama kasih waktu 3 menit untuk matiin gamenya."
"Kamu boleh memainkan mainan itu 1 menit lagi, setelah itu giliran adik ya."
5. Jika anak tetap tidak menurut, berikan hukuman sebagai konsekuensi.
Misalnya, segera turun tangan mematikan gamenya dan pertegas tidak boleh lagi main game kecuali di hari libur.
Beritahu sudah cukup anak bermain dengan mainan tersebut. Ambil mainan dan berikan pada adik.
Jadi, melarang dan menegur anak tentunya sah-sah saja, karena antara lain memang itulah tugas kita sebagai orang tua. Tapi usahakan berikan teguran yang 'berbobot' bukan cuma asal bunyi yang buntutnya malah jadi 'ngomel', seperti,
"Vin, jangan main game terus! Belajar dong!"
"Hei, jangan pelit! Gantian dong sama adik!"
Memang sulit ya,.. Apalagi di saat kita capek ataupun sibuk. Tapi anak-anak kita berhak lho dapat penjelasan secukupnya dan untuk tahu apa alasan dibalik teguran dan larangan orang tuanya. Lagipula, lebih baik kan tingkah laku yang didasari pemahaman dan kesadaran daripada rasa takut semata?
No comments:
Post a Comment