Friday, July 15, 2011

Awas! Pesan terselubung dalam obrolan orang tua

Setelah menjadi orang tua (meskipun anda tergolong kuper dan berusaha menghindari kontak dengan orang lain sekali pun) akan selalu ada kesempatan bertemu dengan sesama orang tua lain/keluarga lain dan orang lain. Entah itu di sekolah, tempat ibadah, supermarket, airport dan sebagainya. Ada juga kesempatan dimana keluarga besar berkumpul di hari raya atau di akhir tahun, lengkap dengan anak-anak masing-masing.
Setelah mempunyai anak, mau nggak mau, anak kita (hampir) selalu menjadi topik pembicaraan terhangat, baik digagas oleh kita sendiri ataupun oleh orang lain.memang hal ini tentunya tak terhindarkan dan bukan pula sesuatu yang buruk. Setelah menjalani hidup sebagai orang tua lebih kurang 6 tahun belakangan, saya telah banyak kali terlibat dalam pembicaraan baik dengan keluarga sendiri, tetangga bahkan orang asing, tentang anak-anak saya. Banyak hal bisa dipelajari dan menginspirasi dalam obrolan semacam ini, tidak jarang pula ada tips-tips pengasuhan anak yang didapat. Obrolan ringan bisa jadi ajang berbagi cerita dan pengalaman yang bisa menjadi sangat mengasyikkan.

Namun di sisi lain, seringkali saya perhatikan bahwa banyak orang tua yang terkadang justru tergoda untuk  memanfaatkan situasi ini untuk 'menyerang' kekurangan atau kemalasan anak melalui pembicaraannya dengan orang lain, padahal tujuannya tidak lain untuk menyindir anak dan juga mengeluh.
Contoh:
Seorang gadis kecil berlari-lari lincah di depan anda saat sedang mengantri di tempat praktek dokter anak. Dia juga menyanyikan beberapa lagu dengan lafal yang baik dan suara yang merdu. Anda terpesona. Pembicaraan dengan orang tua si anak segera dimulai.
"Aduh, pinter banget ya anaknya. Nyanyi merdu, hafal banyak lagu lagi! Gemes deh. Gimana ngajarinnya?"
Orang tua si anak dengan penuh kebanggaan menjawab pertanyaan anda lengkap dengan detail yang bahkan sebenarnya tidak terlalu perlu.
Anda: "Wah.. Hebat ya! Kalo anak saya nih, (sambil menepuk pundak anak yang sedang duduk lesu di samping anda sambil asik memainkan HP anda) mana mau diajarin begitu!" agak menaikkan nada suara.
"Pokoknya kalo diajarin nggak pernah serius. Main-main terus! Boro-boro bisa hafal banyak lagu gitu, wong disuruh dengerin aja nggak mau!" bla bla bla.

Atau, beda tema:
"Duh, makannya pinter ya jeung! Anakku ini lho, minta ampun deh makannya susah banget! Kayaknya semua resep udah dicoba nggak ada yang mau juga! Heran deh! Pokoknya kalo urusan makan, aku udah angkat tangan deh!" bla bla.

Atau bahkan pada anak yang masih bayi:
"Ih, bobonya nggak begadang ya? Enak banget ya mbak." muka iri pun dipasang. "Kalo anakku ini bener-bener bikin mamanya stress, tiap hari aku ngelonin ampe jungkir balik, susaaah banget bobonya! Udah nggak tau mau diapain lagi! Udah nyanyi, digendong, diayun-ayun, nggak mau juga! Pusing.".

Atau lain lagi:
"Iih, manis ya dedeknya. Nggak cengeng lagi. Digendong siapa aja mau, nggak kayak si Upik nih, cuma disapa aja langsung nangis deh! Pokoknya sama siapa-siapa aja jutek nih dia. Kerjaannya teriak-teriak nggak jelas."
Dan masih banyak lagi. 

Salah satu nasehat favorit dalam pengasuhan anak yang pernah saya terima adalah: "Pujilah anak di hadapan orang lain dan pastikan ia mendengarnya."
Nasehat ini sangat baik. Karena anak menjadi tahu bahwa ada hal baik yang kita sukai dari dirinya (sifatnya, karakternya, pencapaiannya, prestasinya, sikapnya, kebaikannya dsb). Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan diri dan gambaran diri yang baik. Anak juga jadi tahu bahwa kita sayang dan bangga padanya, hingga tanpa ragu kita pun membaginya dengan orang lain.
Sayangnya, kebanyakan kita kadang melakukan pula apa yang dicontohkan di atas. Membiarkan anak mendengar 'keluh kesah' kita tentang dirinya, pada orang lain, dengan harapan anak merasa buruk dan mengganti perilakunya atau lebih parah lagi, agar kita mendapat simpati orang lain.
Sayangnya, itu tidak akan berhasil. Kita justru membuat anak merasa terpuruk, tidak dihargai, kecewa, malu dan lebih buruk lagi, terhina. Karena bagaimanapun, yang anda bagi dengan orang lain itu adalah kekurangannya, kegagalannya dan hal buruk lain tentang dirinya.

Mari kita sebagai orang tua lebih mawas diri. Hal seperti ini bisa saja terjadi tanpa kita sengaja ataupun sadari. Bisa saja kata-kata kita yang keluar berasal dari akar kelelahan dan kekesalan yang sudah memuncak, tapi selalu perhatikan dan utamakan pula perasaan anak. Kita orang tua yang seharusnya membimbing, mendukung, mengemong anak, tidak pantas bila kita justru 'menjatuhkan' anak kita sendiri. Memang kadang nampak sepele, sesuatu yang hanya sekedar teromong yang kita dan lawan bicara akan lupakan kemudian, tapi anak tidak akan lupa. Jangan seenaknya merasa anda bisa tahu persis bagaimana perasaan anak anda, hanya karena merasa mengenalnya! Perasaan seseorang adalah hal pribadi yang hanya bisa dipahami orang yang bersangkutan, tidak terkecuali pada anak-anak.
Saya pun tentu saja masih berjuang untuk selalu mengingatkan diri sendiri tentang hal ini. Kelelahan dalam menjalani tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua memang tidaklah mudah dan terkadang terasa di luar kemampuan kita. Tapi bukankah kita diberi tugas yang berharga, membesarkan anak-anak kita menjadi pribadi yang kuat, percaya diri dan bangga akan dirinya?
 
Ayo kita jadi penggemar anak-anak kita. Selalu mendukung dan senantiasa setia mendampingi apapun yang terjadi. Seperti layaknya seorang fans sejati, kita 'menutup mata' terhadap kekurangan anak, kegagalan anak dan mari kita justru 'mengumbar' kebaikannya, keunikannya, perilakunya, kesuksesannya dan prestasi-prestasinya yang terkecil dan tersederhana sekalipun! Sebisa mungkin, lupakan sindiran, ejekan dan keluhan yang sia-sia. Jangan menahan pujian dan penghargaan buat anak, biarkan dia dan dunia tahu betapa bangga dan bahagianya kita menjadi orang tua mereka.

No comments:

Post a Comment