▼
Tuesday, May 10, 2011
"Selamat Tinggal Gigi Bayiku!" Cerita Arvin Dan Si Gigi Bayi
Saya selalu berusaha mendorong Arvin (6 tahun) untuk menjaga kesehatan giginya. Tidak hanya menekankan kebiasaan sikat gigi, tetapi juga cara dan durasi penyikatan gigi yang benar. Saya bahkan sukses menjauhkannya dari makanan manis-manis yang seringkali menambahkan masalah yang tidak perlu bagi kesehatan gigi-geligi seperti permen, coklat dan minuman-minuman berpemanis tinggi, seperti minuman bersoda. Jadilah, Arvin di usia 6 tahun tidak pernah punya masalah apapun dengan gigi.
Suatu hari, kira-kira 1 bulan setelah ulang tahunnya yang ke-6, ketika kami sedang ngobrol dan tertawa bersama, saya melihat bahwa satu gigi bawahnya tampak lebih maju dari pada gigi-gigi lain di barisan gigi lainnya. Saya meminta ijin Arvin untuk melihat lebih dekat dan menyentuh giginya itu, wah, sudah goyang! Lalu saya beri tahu padanya bahwa giginya sudah goyang dan nanti akan lepas. Saya pikir hal itu biasa saja bagi Arvin, karena kami sudah pernah menonton film edukasi tentang gigi bayi sebelumnya.
Ternyata responnya sama sekali bukan seperti harapan saya. Dia langsung berkaca-kaca dan kontan lari menuju cermin terdekat dan menangis!
"Kok gigi Kakak rusak ma? Kan Arvin gak pernah makan permen, minum soda.." sambil menangis.
"Arvin kan rajin sikat gigi!" pekiknya, nggak bisa terima kalau giginya akan copot.
Kemudian saya jelaskan panjang lebar padanya bahwa giginya yang sekarang adalah gigi bayi, nanti akan lepas karena harus diganti dengan gigi orang dewasa. Gigi bayi tidak bisa dipakai oleh orang dewasa karena terlalu kecil dan kurang kuat, makanya harus diganti dengan gigi orang dewasa. Sekitar 10menit menjelaskan, plus sedikit flashback menceritakan tentang pengalaman waktu gigi bayi saya dulu tanggal, barulah Arvin tenang dan mengerti kenapa giginya goyang dan akan copot.
Akhirnya setelah ngerti soal si gigi bayi dan teman-temannya, kami janjian untuk cabut gigi ke dokter gigi.
Jadilah, kemarin kami ke dokter gigi. Sejak di rumah Arvin nampak bersemangat dan tidak sabar. Begitu pun di ruang tunggu ia masih bersemangat. Begitu akhirnya namanya dipanggil ke ruangan dan dia masuk ke dalam dan duduk di kursi 'kerajaan', matanya mulai menyisir meja dan nampan peralatan dokter gigi yang rapi dan bersinar. Dengan semua alat-alat stainless steel yang tampak tajam, seram (bahkan bagi saya sekalipun) dan berkilau, mulailah rasa takut menyelubunginya. Anakku yang malang, dia mulai menangis! Sempet meltdown, ketakutan nggak mau buka mulut. Akhirnya kami coba membujuknya dan mengembalikan kepercayaan dirinya yang 'ketinggalan' di ruang tunggu. Akhirnya berhasil juga rayuannya dan dia buka mulut. Dokter yang ahli langsung dengan sigap menjalankan prosedur. Nggak sampai 1 menit, malah kira-kira hanya 3 detik, semuanya selesai. Si gigi bayi sudah copot dari tempatnya.
Saya langsung meluncurkan penghargaan kepada kakak yang sukses mengalahkan ketakutannya! Setelah berterima kasih pada sang dokter gigi, segeralah kami pulang ke rumah. Di perjalanan nggak lupa mampir beli es krim buat kakak Arvin tercinta! Si gigi pun ikut pulang, akan disimpan buat kenang-kenangan transisi Arvin menjadi si 'anak gede'.
Elga Benedicta
No comments:
Post a Comment