Friday, September 02, 2011

Arti Menjadi Kakak Bagi Arvin



Sebagai anak pertama, Arvin selalu menjadi  pusat perhatian kami selama 5 tahun pertama hidupnya, bukankah semua anak pertama mengalami itu? Setelah itu lahirlah adik, yang sekarang telah berusia 1 tahun.
Arvin dan Neo
Sebaik-baiknya kita berusaha mempersiapkan anak sulung dalam menghadapi kehadiran adik, yang mana adalah sesuatu yang SANGAT penting, tetap saja kehadiran anggota baru di dalam kehidupan keluarga membawa BANYAK sekali perubahan, baik itu menyenangkan dan juga yang tidak.

Waktu adiknya masih bayi, perhatian dan waktu saya belum terlalu banyak berkurang untuk Arvin, karena bayi kan masih lebih banyak tidur dan yang lebih penting belum bisa merebut mainan kakaknya! ;p jadi sang kakak pun nampaknya nggak terlalu terpengaruh dan hepi-hepi aja.

Tapi sekarang...
Setelah adiknya bisa berjalan, mengejar, menarik, mengangkat, manjat dan sekian banyak kematangan motorik dan kognitif lainnya, tiba-tiba hidup kakak berubah dan terasa lebih berat.

* Tidak ada waktu untuk sendiri.
Adik selalu mencari, memanggil dan ingin berada di dekat kakak. Kapanpun. Dimanapun.

Awalnya saya (dan juga Arvin) melihat ini sebagai sesuatu yang supercute dan menggemaskan. Neo menjelma jadi bayangan kakak yang mengekor tiap pergerakan kakaknya dengan langkah kecilnya dan pantat yang megal-megol. Tapi, saya pikir-pikir, seperti saya sendiri yang seringkali stres karena nggak bisa ke kamar mandi dengan tenang ataupun berada di dapur tanpa diikuti oleh Neo, menjadi sangat sangat bisa berempati pada si kakak yang tak jarang justru merasa kesal dan terganggu. 

* Tidak bisa punya mainan/barang pribadi.
Di saat kakak sedang  memainkan suatu mainan, atau menggunakan sebuah barang miliknya, dengan ajaib di saat itu juga si adik ngotot ingin main/pakai barang yang sama.

Kita pun pasti pernah mengalami dong, lagi asyik-asyiknya ber-SMS ria, tahu-tahu si balita dengan secepat kilat sudah merebut gadget tercinta atau remote TV. Bisa juga saat sedang makan, si balita nimbrung dan mengacaukan isi piring kita. Dengan nafas panjang dan mengelus dada, kita  mencoba bersabar dan malah dibawa lucu saja. Tapi, apakah si 6 tahun kira-kira bisa punya pemahaman dan kontrol diri yang sama (atau seenggaknya mendekati itu)? I don't think so

* Tidak bisa menyelesaikan ceritanya saat berbicara.
"Ma, tadi di sekolah Arvin belajar tari lho! Namanya tari kodok-kodok!"
"Oh ya? Namanya lucu banget ya? Gimana sih tariannya?"
Lalu kakak melanjutkan cerita dengan semangat, sedetik kemudian Neo menyatakan dia mau menyusu, minta gendong, melihat sesuatu di luar, mengambil suatu mainan dan banyak lagi kemungkinan lainnya.
Pembicaraan yang sudah terbangun sebelumnya pun terhenti, dan kita tentu tahu, tidak ada jaminan pasti bahwa lanjutannya akan ada lagi (~_~")

* Tidak sempat lagi membaca buku cerita dan kruntelan sebelum tidur sama mama.
Co-sleeping & Bed-sharing adalah salah satu hal yang paling terindah dan sungguh saya syukuri. Berbagi tempat tidur dengan para buah hati, jatuh tertidur dan juga terbangun bersama-sama setiap hari adalah hal terbaik yang saya alami setiap hari. 

Dulu, Arvin dan saya selalu membaca buku favoritnya sebelum tidur, bisa 1-3 buku, atau 1 buku yang diulang baca sampai 3 kali hehe. Arvin pun selalu tertidur dengan lullaby yang saya nyanyikan, pelukan dan tepukan ringan di pantat/pahanya. Jelas saja, momen-momen inilah yang paling berharga dan kami nantikan setiap hari. 

Sekarang, setiap malam saya ngelonin Neo sambil menyusuinya (karena memang Neo menyusu sampai tertidur), bisa berkisar 15-40 menit sampai dia benar-benar tertidur lelap. Di saat-saat itulah kakak pun mulai ngantuk dan meminta haknya, hak untuk cerita sebelum tidur dan tepukan pantatnya... (nyanyian sebelum tidur sudah tidak lagi karena Arvin bahkan sekarang bersenandung sendiri sampai ia tertidur!).  Saya sudah mencoba untuk membacakan buku dulu sebelum keduanya tidur, tapi selalu gagal karena selera buku mereka berdua yang berbeda dan Neo seringkali lebih memutuskan bahwa ia lebih ingin merobek si buku daripada membacanya. Awal-awalnya Arvin protes keras, tapi sekarang ia nampaknya sudah pasrah.

* Tidak bisa menggambar tanpa diganggu.
Satu kegemaran Arvin yang tak tergantikan adalah menggambar. Saya pun sangat mendukung hal ini, saya mengusahakan untuk selalu menyediakan suplai alat-alat gambar yang memadai dan mengapresiasi gambar-gambar buatannya dan juga memberi ruang untuk 'pameran'nya. Bahkan di saat semua kegiatan lain tidak memungkinkan, seperti listrik padam, Arvin biasanya tidak akan berkurang minatnya untuk menggambar. 
Sayangnya, Arvin tidak selalu ingin menggambar di meja, dia seringkali menggambar di lantai, yang notabene adalah zona kekuasaan sang adik. Tentu saja, berbagai peristiwa seperti gambar yang dicoret, kertas yang dirobek dan alat gambar yang direbut menjadi konsekuensi yang logis dan harus di terima (ouch!).

* Tidak bisa pakai gadgets dengan aman.
Di usianya ini Arvin sudah sangat familiar dengan gadgets. Bisa berupa komputer, handphone, game konsol dan sebagainya. Nah, melihat Arvin yang rajin memakai/memegang alat-alat ini, Neo pun terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Tidak jarang rebutan berakhir dengan gadget yang jatuh, terbanting, mati tanpa disengaja atau akibat-akibat kurang asyik lainnya. Terus terang, dalam hal ini, bukan hanya Arvin yang jadi gusar... (mama ngacung!). 

Tidak bisa 'mengekspresikan diri' dengan tenang.
Arvin suka sekali lari-lari di ruangan yang luas, memanjati berbagai permukaan yang kelihatannya (atau dia pikir) bisa dipanjat, loncat-loncat di tempat tidur (who doesn't?), membuat gaya-gaya meniru jurus-jurus superhero, berbagai tarian dan gerakan di film favorit atau sekedar duduk dengan posisi setidaknyaman mungkin. Saya sih sebenarnya nggak ada masalah sama sekali dengan segala bentuk pengekspresian dirinya ini, toh nggak berbahaya. 

Tapi sekarang jadi berbahaya, setidaknya meski bukan untuk dirinya langsung.
Neo sang peniru ulung akan ikut memanjat, loncat dan sebagainya, yang karena ukuran tubuh yang jauh lebih kecil, keseimbangan yang belum terlatih dan terbentuk baik, sehingga menyebabkan hal itu jadi berbahaya. 
Alhasil semua orang mengingatkan Arvin untuk tidak melakukan apapun yang bisa ditiru dan sekiranya bisa membahayakan adik! (Ah, beratnya hidupmu nak..).

Banyak bentuk kekecewaan, perilaku kurang baik yang muncul sebagai akumulasi kekesalan dan ketidakpuasan Arvin yang saya lihat. Memang menyebalkan dan tiap orang bisa dengan gampang mencapnya sebagai 'si nakal' atau kakak yang nggak pengertian, kurang baik dan sebagainya karena ia marah dan ngambek kalau diganggu adik. Jauh di dalam hati, saya bisa mengerti kalau dia kesal dimarahi karena dia memarahi adik yang lebih dulu mengganggunya. Bagaimana perasaan kita (orang dewasa) yang dimarahi karena membela diri/memperjuangkan hak kita? Pasti nggak enak. Terus kenapa kita harus mengharapkan seorang anak kecil untuk tidak boleh merasa tidak enak? Kenapa aku harus menanggung konsekuensi dari perbuatan orang lain?
Foto berdua waktu mama masih hamil Neo
Ini sebuah hasil perenungan saja, berawal dari kebingungan saya akan perilaku Arvin yang belakangan kok rasanya jadi lebih sulit dan undesirable. Banyak pemicu perilaku anak yang harus digali lebih dalam dan harus dilihat secara obyektif tanpa menghakimi agar dapat dilihat secara utuh dan jelas. 
Menjadi seorang kakak/memiliki saudara kandung adalah suatu hal yang indah dan tidak semua orang memiliki kesempatan berharga ini, tak ada yang lebih saya inginkan selain melihat Arvin dengan bahagia dan bangga menyandang 'jabatan' ini.  Tidak ada hal yang otomatis, seindah apapun itu dan sealami apapun itu. semua butuh proses belajar yang terus menerus. Untuk seorang anak kecil, hal ini tentu tidak mudah dan mereka butuh orang tua (orang dewasa secara umum) untuk membantu penyesuaian diri mereka.  
Anakku sayang, semoga aku mampu memmbuatnya mengerti bahwa berbagi kini telah menjadi bagian dari kehidupan kami dan apapun yang terjadi, tak pernah sekalipun cinta untuknya berkurang sama sekali. 



3 comments:

  1. Bravo Macil!! :) Arv pasti akan ngerti kok dgn berjlnnya waktu...Mama2nya akan ikut membantu... Love you so much Kakak!!! :*

    ReplyDelete
  2. makasih mama Olla... :D

    ReplyDelete
  3. Poor Kakak,...udah banyak mengalah dan mengorbankan perasaannya demi sang adik. Tapi, dibalik semua itu, bisa dilihat bahwa Arvin sebenernya sayang banget sama adiknya Neo,... walaupun kadang terlihat kesal,'Love-Hate relationship', tetap aja sayangnya sama dedek Neo gak berubah,...malah kadang2 so sweet gitu deh ngeliat mereka berdua.
    Arvin udah terbentuk menjadi anak yang pintar dan tegar,...Praise the Lord for that. He will turns out fine,...even better than we're all expected. Amen.
    Manit loves you Kakak Arvin.

    ReplyDelete